Pondok Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan islam tradisional yang mempelajari studi agama islam sebagai kajian utamanya dan menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari. Sebagai lembaga pendidikan tradisional, pesantren memiliki peran besar dalam mendidik anak-anak di tanah air. Awal mula pesantren ada di Indonesia diperkirakan 300-400 tahun yang lalu, menjangkau hampir semua lapisan masyarakat Islam khususnya di Jawa. Bukan hanya karena keberadaanya yang sangat lama, tetapi juga karena budaya, metode, dan jaringan yang digunakan oleh lembaga-lembaga keagamaan tersebut. Proses pengembangan dunia pesantren, selain dari tanggung jawab internal pesantren, juga memerlukan dukungan serius dari pemerintah sebagai keseluruhan proses pembangunan manusia.
Dalam hal ini Pesantren Tunanetra Sam’an Darushudur yang berlokasi di Jl. Pasirhonje No. 130, Kampung Sekegawir, Cimenyan, Kab. Bandung merupakan pesantren disabilitas netra pertama di Jawa Barat yang mendapat legalitas resmi dari Kementrian Agama. Pesantren ini berbasis hafalan Qur’an yang dimana 90% pembelajarannya yaitu menghafal Al-Qur’an.
Terkait Pesantren Tunanetra Sam’an Darushudur dalam hal pola dan sikap keagamaan kehidupan seorang tunanetra secara kondisional berbeda dengan apa yang terjadi pada orang biasa (normal). Ini karena orang biasa tidak memiliki beban psikologis khusus yang dialami oleh orang tunanetra dalam kehidupan mereka. Orang tuna netra memiliki pola yang spesifik karena pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran agama lebih bersifat abstrak. Dengan demikian hal-hal yang menyangkut kegiatan beragama secara badaniyah seperti sholat, wudlu, haji, dan seterusnya kurang dipahami bagi mereka. Setidaknya perbedaan dalam pemahaman agama pastinya akan memiliki pola-pola yang berbeda.
Tunanetra adalah suatu kondisi dimana seserorang mengalami kecacatan akibat tidak berfungsinya indra penglihatan yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya secara sempurna organ penglihatan tersebut. Bagi penyandang tuna netra yang tidak sama sekali memiliki sisa penglihatan biasanya akan mengandalkan fungsi daya pendengarnya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Mereka akan lebih peka serta dapat mengidentifikasi suara orang lain secara baik.
Sebagai alternatif lain untuk menerima informasi selain pendengaran, sentuhan (tangan) membantu penyandang tunanetra untuk menggambarkan bentuk, berat, ukuran, suhu dan posisi/lokasi benda. Tangan juga berfungsi sebagai “mata” bagi tunanetra untuk membaca Braille. Kita juga menggunakan indra yang lain, seperti rasa (lidah) dan penciuman (hidung), untuk melengkapi informasi yang telah kita terima dari pendengaran (telinga) dan perabaan (tangan).